“Menegakkan kedaulatan rakyat adalah ‘mendidik rakyat’ supaya tahu berpikir, supaya tidak lagi membebek di belakang pemimpin-pemimpin. Supaya keinsafan rakyat akan hak dan harga diri bertambah kuat dan pengetahuannya tentang hal politik, hukum dan pemerintahan bertambah luas,” ungkap Bung Hatta, sebagai landasan berpikir dan cerminan jiwa beliau menghadapi perjuangan kala itu.
MABAR di Dusun Tengah Sawah, Ahad, 1 Agustus 2021. |
Adalah Kolam Baca, komunitas yang lahir dari
rahim ‘Gerakan Silungkang Membaca’ dan ‘Gerakan Literasi Masyarakat’ pada 30
Oktober hingga 1 November tahun lalu. Komunitas yang didirikan oleh
pemuda-pemudi negeri ini, ada atas dasar klise yakni resah melihat kondisi dan
situasi lingkungan sosial sekitar akibat aktivitas kepemudaan yang stagnan.
Komunitas yang terus tumbuh, merangkak dan akhirnya tegak dengan tunas
pesemaian.
Jauh ke belakang, pada masa awal gerakan sebatas
bergiat menggelar lapak baca gratis di tengah hiruk pikuk pusat kota dan
pojokan sebuah surau. Lambat laun nama universal lahir sebagai bentuk
keterbukaan gerakan yang tidak tersekat oleh semangat kedaerahan. Kemudian,
berdasarkan kesepakatan dan rupa-rupa pertimbangan, di akhir tahun menjelang
2021 Kolam Baca tampil dengan nama yang unik dalam ingatan.
Kolam, diartikan sebagai wadah yang menyatukan
seluruh lapisan dan kalangan untuk sama-sama belajar dalam mengembangkan
potensi. Di dalam Kolam, setiap orang ‘wajib’ menjaga kejernihan air agar tetap
bening, tak keruh dari kepentingan politik praktis apalagi sikap arogansi yang
meracuni ikan-ikan pengetahuan. Baca, disarikan dari Iqra’ (bacalah),
yakni wahyu pertama yang turun ke muka bumi kepada Rasulullah, Q.S Al-Alaq ayat
1-5. Bahwa kunci dasar masuknya pengetahuan adalah lewat membaca. Selain
memberi asupan berpikir juga menambah khazanah ilmu.
Hal yang melatari, tentu tidak terlepas dari
kesatupaduan dalam bergerak mewakili segenap pemuda-pemudi. Maka Kolam Baca, menyediakan
wadah yang tidak bersifat kompulsif, namun lebih ke arah kolektif dengan
kertebukaan hati dan sikap menerima perbedaan pendapat antar sesama. Sebagai
sebuah bukti nyata, pemuda dapat berdaya, cakap dan mampu tampil menjadi corong
perjuangan rakyat. Terpenting, mampu mengedukasi lewat pendekatan sederhana bahwa
literasi tak sempit dipahami; membaca dan menulis belaka.
Kolam Baca sendiri dalam perjalanannya memiliki
tujuan sederhana, yakni menyediakan wadah bangun masyarakat baca lewat gerakan
akar rumput dengan inheren literasi. Kembali ke literasi, pemahaman setiap orang
kebanyakan akan literasi yang biasanya sebatas membaca dan menulis. Mesti
dipahamkan lebih giat lagi, bahwa literasi juga tentang bagaimana seseorang
mengonsumsi karya dan menghasilkan karya, kemampuan individu mengolah suatu
informasi dan pengetahuan untuk kecakapan hidup.
Berdasarkan landasan dan prinsip yang kerap
dipegang oleh Kolam Baca agar terus melaju dan bertumbuh. Mimpi terbesar ialah
lahirnya generasi kritis yang berpikiran terbuka, mampu memandang dunia lebih
luas dan mau berdinamika dengan perubahan-perubahan yang ada. Terlebih era
digital, ketika informasi dengan deras mengalir. Individu dapat cakap memilah
informasi dan memilih manakah yang berkualitas untuk dikonsumsi.
Serta ke depan, adanya rumah baca dan ruang teduh
sebagai atap Kolam Baca mengisi hari-hari dengan beragam aktivitas produktif. Berkarya,
menghangatkan dan menguatkan ikatan tali persaudaraan. Dan Kolam Baca, juga
memiliki cita-cita, yakni lebih masif menghidupkan gerakan kolektif dengan
saling merangkul, menyatu dan saling menguatkan lewat kekuatan Tuhan.
Tegak Berdiri Meski Tertatih
“Sedang jualan buku ya?”, “Berapaan harga bukunya?”,
“Buku-bukunya dijual tidak?” dan masih banyak lagi mungkin, kalimat-kalimat
yang tidak kami dengar namun terasa dari tatapan, entah heran atau
bertanya-tanya seakan kami sekumpulan pemuda tak ada kerjaan. Namun sebelum
lanjut, inilah realitas dan kondisi yang ada. Berdasarkan ungkapan Gol A Gong
(Duta Baca Indonesia 2021 – 2026), masyarakat Indonesia bukan rendah minat
bacanya melainkan aksesnya yang minim.
Jika akses yang minim menjadi penyebab rendahnya minat
baca di Indonesia, maka kami berinisiatif sebagai alternatif penyedia akses
tersebut. Meski keterbatasan tetaplah menjadi alasan klasik. Dengan kembali ke
niat awal, mimpi dan tujuan apa yang hendak dicapai juga atas kekuatan dari
Tuhan, segala ungkapan bernada miring kami tepis atau dijadikan sebagai
penggebrak untuk terus aksi-aksi-aksi. Bukan janji-janji-janji tanpa adanya
implementasi.
Bukan berarti pula, dalam perjalanannya Kolam Baca terus
eksis dengan semangat membara bagai api abadi. Tetapi sebagaimana kodratnya
manusia, pasang-surut tetaplah ada seiring pekan ke bulan berjalan.
Pasang-surut itu, pertama, SDM (Sumber Daya Manusia) yang masih minim. Hal ini
lantaran sifat sukarela anggotanya atau disebut sebagai relawan tidak bersifat
terikat, ditambah adanya prioritas dan kewajiban yang lebih penting di samping
bergiat di komunitas.
Kedua, ruang teduh yang belum nampak hilalnya sebagai
rumah kedua menjalin kehangatan, bertukar cerita, merumuskan kegiatan dan
ngobrol santai antar anggota juga relawan-relawan yang bernaung di Kolam Baca.
Hal ini berkaitan, karena Kolam Baca belum kokoh secara profesional layaknya
komunitas yang terdaftar secara resmi pada badan tertentu. Dimaklumi pula,
namun menjadi catatan penting bagi kami ke depan untuk terus tegak berdiri
meski kini masih tertatih.
Pekik-pekik kemerdekaan di Kolam Baca, Ahad, 15 Agustus 2021. |
Hingga saat ini, mulai dari penyebab pasang-surutnya
komunitas hingga keterbatasan yang tengah dihadapi. Kami terus berjuang dan
bergiat menghadirkan gerakan-gerakan yang sebenarnya telah dilakukan oleh orang
di luar atau orang-orang di dalam, namun tenggelam oleh perubahan zaman. Hilang
dari peredaran karena niat awal yang tidak kuat dipancangkan sebagai landasan.
Dan sebab itu pula, hal ini menjadi kajian dan pelajaran Kolam Baca membaca
arah bagaimana membangun komunitas ke depan.
Terus Tumbuh Apapun yang
Terjadi
Jikalau Sutan Syahrir menyebut, “Hidup yang tidak
dipertaruhkah, tidak akan pernah dimenangkan.” Lain lagi dengan KH. Agus Salim
sebagai sosok bersahaja, seorang ulama dan sastrawan kenamaan Minang yang
mengatakan, “Leiden is Leijden : Memimpin adalah Menderita,” yang terpatri dari
sikap dan contoh nyata semasa hidup hingga akhir hayatnya.
Sosok di atas tidak mutlak memang menjadi parameter
contoh dalam berbuat, namun sepanjang kehidupan selama beliau-beliau tumbuh
saat Indonesia diduduki kolonialis, Jepang hingga merdeka dan diwarnai oleh
kesatuan yang belum kokoh dari tubuh bangsa Indonesia. Mereka jelas
mencerminkan sikap api yang kerap dijaga agar tetap menyala di tengah tiupan
badai. Mereka teguh dan bermental baja, menjadi seorang yang benar-benar tumbuh
sebagai pribadi mulia berdasarkan akhlakul karimahnya Rasulullah.
Berkenaan sejarah, memang tidak semua orang menyenangi
sejarah. Tetapi jangan salah, dalam sejarah, manusia-manusia seperti kita patut
belajar dari sejarah dengan aneka romantikanya. Sebab di sana, peradaban
dibangun, pikiran-pikiran zaman baru lahir dan keotoriteran penguasa tertulis
jelas tanpa pernah terhapus dari lembaran ingatan generasi di masanya. Lantas
demikian, bagaimana hubungannya dengan Kolam Baca, komunitas kecil yang masih
merangkak dan tumbuh di tubuh kota berbudaya dengan kekayaan batu baranya?
Tidak salah lagi, berdasarkan catatan sejarah, ada banyak
tokoh terlahir di kota ini. Datang dari Talawi tiga serangkai satu ayah lain
ibu, Muhammad Yamin, Jamaluddin Adinegoro dan Dr. Amir. Dari Kenagarian
Silungkang, Sulaiman Labai dan Srikandinya Ibu Salamah. Serta masih banyak lagi
yang tak tertuliskan. Dan kini, sebagai generasi sudah sepantasnya tidak
stagnan, jalan ditempat dan berpuas diri dengan sejumlah prestasi dan gelar
akademik yang telah diraih.
Di 2045 nanti yang disebut sebagai Indonesia Emas dan
mengawali di tahun 2030 yang akan bermulanya bonus demografi. Tidak semestinya,
kemampuan hebat dan segudang pengalaman yang dimiliki dikonsumsi sendirian.
Kecerdasan disimpan, ide dan gagasan cemerlang ditimbun dalam diri yang lebih
mementingkan kepentingannya sendiri. Sudah saatnya gaungan kolaborasi dan
persatuan disuarakan. Aksi-aski nyata semakin ramai dan didukung oleh siapa pun
dan apapun tanpa memandang ia siapa dan dari latar belakang apa.
Dan kemudian, berdasarkan data UNESCO mengenai angka
literasi di Indonesia pada tahun 2018 yang bisa saja sudah berubah di tahun
2021, sekitar 0,001 % angka literasi kita. Yang artinya dari 1000 orang, hanya
ada satu orang yang benar-benar ber-literasi. Peringkatnya pun cukup
mencengangkan. Berada diurutan 60 dari 61 negara. Terbaru, berdasarkan laman
(perpustakaan.kemendagri.go.id unduhan 31 Oktober 2021), survei PISA tahun 2019
menunjukkan Indonesia berada diurutan 62 dari 70 negara.
Mengutip dari Syarif Bando Kepala Perpusnas Indonesia,
bahwa “Literasi
itu ialah kedalaman pengetahuan seseorang terhadap suatu subjek ilmu
pengetahuan. Rendahnya tingkat literasi bangsa Indonesia ditengarai karena selama berpuluh-puluh tahun
bangsa Indonesia hanya berkutat pada
sisi hilir, yang dimaksudkan, masyarakat terus dihakimi sebagai masyarakat yang
rendah budaya bacanya. Mestinya ada sisi hulu, bahwa pihak pemangku kepentingan
menyediakan bahan bacaan yang berisikan konten lokal.”
Terlepas dari bagaimana
caranya, tentu perlu kebijakan-kebijakan yang lebih memperhatikan pembangunan
sisi SDM dan diproporsikan dengan pembangunan fisik. Karena gerakan literasi,
terlebih yang sedang Kawan-kawan Kolam Baca perjuangkan juga Kawan-kawan
aktivis dan pegiat literasi lainnya di seluruh Indonesia. Mengacu kepada SDGs
(Suistainable Development Goverments) atau pembangunan berkelanjutan.
Artinya, gerakan literasi
adalah gerakan hati yang terus-menerus dilakukan. Gerakan jangka panjang yang
tidak setahun, dua tahun, namun membutuhkan waktu bertahun-tahun. Dengan
demikian, sebagai bagian pemuda Indonesia yang merasa memiliki tanggung jawab
moral terhadap daerahnya. Persatuan hendaknya sedari kini dijalin dan dirajut
menjadi simpul kekuatan, mendobrak segala kepasifan yang masih diam.
Dalam perjalanannya, Kolam
Baca sangat berterima kasih juga kepada segenap elemen yang sudah turut
berkontribusi mengembangkan. Mulai dari orang baik yang berdonasi buku, tersebut
Pak Irland dengan jaringannya, Presiden Negeri Buku Bang Amar Risalah, Bu
Sartika melalui jaringannya, juga teman-teman komunitas di Sawahlunto. Serta
Taman Baca Rimba, TBM Pelangi, Walyatama, Solok Literasi, Yayasan Sumatera
Volunteer, Suaru Solok, Tanah Ombak, Dangau Studio yang memberi saran dan
masukan.
Juga lain-lainnya yang tak
tersebutkan, terkhusus Kawan-kawan di Sawahlunto yang sudah berdedikasi sebagai
relawan yang tanpa lelah berbagi dari segi materi, waktu, tenaga juga doa.
Sehat selalu kalian. Semangat selalu kalian. Allah bersama kita. Tetap bersamai
perjuangan Kolam Baca.
Agenda literasi perdana di Dusun Talang Tuluih, Ahad, 10 Oktober 2021. |
Komentar
Posting Komentar