Kenapa Gerakan Literasi Masyarakat?

Bagian #1

Gerakan Literasi Masyarakat merupakan kegiatan sosial-edukasi literasi nagari. Gerakan ini adalah wadah pemersatu yang mengajak, merangkul, dan menggaet pemuda berbagai kalangan. Gerakan Literasi Masyarakat berusaha membuka wadah belajar pemuda-pemudi agar dapat berproses bersama. Serta, gerakan ini nantinya akan menghimpun pemuda-pemudi nagari agar dapat pula membuka cakrawala pengetahuan ke arah yang lebih luas dan dapat menggerakan organisasi secara kolektif.

Sebelum Gerakan Literasi Masyarakat ini hadir, kami segenap pemuda Silungkang membuka kegiatan dengan nama Gerakan Silungkang Membaca. Gerakan Silungkang Membaca pertama hadir dan tergelar di pojok Surau Tepi Air pada hari Jum’at, 30 Oktober 2020, dua hari setelah peringatan Sumpah Pemuda di tanggal 28 Oktober.

(Adik Arkan tengah asik membaca di lapak buku gratis GLM)

Setelah tergelar di hari Jum’at, kami pemuda mengevaluasi kegiatan agar dapat terus produktif menggedor integritas. Lalu ketika itu pula, kami pemuda mencoba berinovasi dengan membuka lapak buku gratis di Lapseg, Sawahlunto. Saat itu tanggal 1 November 2020, tepat pada bulan baru pergantian dari Oktober. Sebelum adanya lapak buku gratis di sana, kami terlebih dahulu membuka ruang diskusi sebagai wadah argumentasi dan mengkaji agar kegiatan ini dapat terorganisir dengan baik.

Maka saat itu pula, ketika dua kegiatan telah tergelar, beragam tanggapan mulai berdatangan. Mulai dari dukungan, sambutan, dan pandangan. Tentu hal ini adalah sesuatu yang lumrah dalam menggerakan sebuah kegiatan. Yang mana kegiatan kami dapat dikatakan masih terbilang asing di mata masyarakat.

Dalam penamaan, Gerakan Silungkang Membaca yang diubah menjadi Gerakan Literasi Masyarakat sempat menuai kontroversi. Hal ini karena nama Silungkang tersemat dalam penamaan gerakan yang dinilai bersifat kedaerahan. Namun hal ini sudah duduk masalah dan tak begitu dipermasalahkan, sebab fakta yang ada telah menjawab. Kami sebagai agensi tetap membuka diri agar dapat membaur dan menanggalkan perbedaan.

Dari beragam opsi-opsi yang disodorkan, perdebatan panjang antara kami pemuda Silungkang tercipta. Pada akhirnya setelah melemparkan putusan dalam forum offline dan online, kami segenap pemuda menyetujui dan bersepakat penamaan gerakan ini bernama Gerakan Literasi Masyarakat. Alasannya sederhana, agar tidak ada kecemburuan sosial dan rasa keberatan dari pemuda berbagai kalangan. Lalu nantinya Gerakan Literasi Masyatakat ini akan tegak dengan harapan dapat menerima siapa saja yang memiliki rasa ingin atas dasar kemauan, untuk bergabung dalam sosial-edukasi literasi nagari.

***

 (Sejumlah pembaca di Surau Tepi Air, Silungkang)

            Sebelum mengenal Gerakan Literasi Masyarakat lebih mendalam. Apakah kawan tau dengan Literasi? Bagi yang tau beritahu kami, dan yang tidak janganlah berkecil hati atas ketidaktahuanmu, sebab ketidaktahuan bukanlah suatu aib. Maka di sini, saya mencoba memberikan sedikit penjelasan dengan pemahaman yang terbilang masih minim kepada pembaca. Di sini saya tidaklah berniat menggurui, namun lebih kepada saling koreksi.

Bukankah kita duduk sama rendah tegak sama tinggi seperti yang dijelaskan pepatah Minang? Bukankah dima bumi dipijak disinan langik dijunjuang juga petatah-petitih ciamik nan memukau dari Minang juga? Nah, dari sana jalan sudah jelas, bahwa orang Minang adalah orang yang bijak dalam menyikapi setiap hal baru. Jadi, tetaplah teguh dengan jiwa lapang agar tidak menutup jalan saran, nasihat, maupun masukan. Soal di atas bukan mengena ke-Minang-an saja melainkan Indonesia yang terhimpun dari beragam agama, adat istiadat, dan budaya.

Tanpa basa basi, literasi merupakan kemampuan membaca dan menulis. Dalam KBBI dijelaskan bahwa, literasi: a. Kemampuan menulis dan membaca, b. Pengetahuan atau keterampilan dalam bidang atau aktivitas tertentu, c. Kemampuan individu dalam mengolah informasi dan pengetahuan untuk kecakapan hidup. Maka kita hidup pun dalam pusaran literasi, yang membaca sebelum gerak dan menulis merawat ingat. Iqra’, bacalah. Dengan lanjutan, “dengan menyebut nama Tuhanmu yang Esa.”

Bagaimana? Apakah sudah mengetahui sedikit banyaknya apa itu literasi? Mudah-mudahan pun tulisan ini dapat dengan mudah di pahami, dan kawan yang sedang membaca tulisan ini pun sudah termasuk ke dalam literasi. Ingat kata Buya Hamka, “Salah satu pengkerdilan terkejam dalam hidup adalah membiarkan pikiran yang cemerlang menjadi budak bagi tubuh yang malas, yang mendahulukan istirahat sebelum lelah.” Maka tetaplah berpikir cemerlang sebagai nikmat Tuhan dan karunia-Nya yang tiada terkira.


Salam literasi! Bersambung.

Komentar