Berwisata Satu Hari di Lombok Bagian Tengah

#Bagian 7 ( Narmada, Lombok Barat – Mataram – Lombok Tengah).

            Dengan keberanian yang ada, saya memberanikan diri dengan Bismillah mengemudi motor menuju lokasi wisata bagian Lombok Tengah. Adapun wisata yang hendak saya kunjungi, ialah Desa Sade, Pantai Kuta Mandalika, dan Pantai Selong Belanak. Motor supra di awali dari Mataram, melalui tugu sapi ikonnya para wisatawan yang datang dari arah pelabuhan Lembar, kemudian belok kiri melalui jalan tol dalam kota.

Dalam perjalanan menuju ke destinasi wisata, saya melewati Bandara Internasional Lombok. Jalanan Lombok cukup lengang, maklum wilayah kepulauan tidak terlalu didominasi kendaraan seperti kawasan lintas seperti pulau Jawa dan Sumatera yang pernah saya rasakan. Motor supra melaju cukup kencang, sebab tidak ada hambatan selain angin kencang yang menghempas. Saya juga mesti berhati-hati karena angin pantai bisa saja merobohkan motor dan saya yang tidak kuat menahan terjangan alam.

Dari arah pusat kota Mataram, wisata Lombok Tengah cukup terjangkau dan aksesnya sangat mudah. Menyoal moda transportasi, saran saya mungkin bisa menyewa mobil jika membawa rombongan dan bisa juga sewa motor, atau syukur-syukur bisa dipinjamkan motor seperti saya. Maka, saya cukup membekali motor dengan bensin saja, hehe. Oh iya, jika dari pelabuhan Lembar, wisata Lombok Tengah juga bisa dijangkau. Apalagi untuk kawan-kawan yang turing naik vespa atau kendaraan lainnya. Lombok Tengah sangat banyak potensi wisata setelah Lombok Utara yang terdapat wisata 3 gili; Trawangan, Air, dan Meno.

Kira-kira memakan waktu antara 1 jam lebih atau kurang, saya sampai di destinasi wisata pertama, ialah Pantai Kuta Mandalika.

Pantai Kuta Mandalika

            Pantai Kuta Mandalika terletak di Desa Kuta, Kecamatan Pujut, Praya, Lombok Tengah. Aksesnya mudah sekali, jalan menuju kesinipun tidak membingungkan. Cukup ikuti saja petunjuk jalan yang ada, di jalan akan terpampang plang-plang penunjuk yang akan mengarahkan kita menuju lokasi wisata ini. Jadi, tak usah risau akan kesasar. Jikapun kesasar, anggapnya saja kita sedang jalan-jalan.

Tampakan bukit pantai Kuta Mandalika.

Mengenai Kuta Mandalika. Sejarah mengatakan, bahwa Kuta diambil dari nama desa, sedangkan Mandalika, ialah nama putri raja yang cantik. Kenapa bisa namanya Mandalika? Saya sempat diceritakan oleh Bang Onam kawannya Mas Dodik; bahwa dahulu kala entah kapan, hiduplah seorang putri raja yang cantik bernama Mandalika. Putri raja yang cantik tersebut membuat pangeran berbagai kerajaan tertarik menikah dengannya, namun tentu pada setiap keadaan mesti ada pilhan. Maka, dengan kebingungan akan pilihan, juga ketidakinginan memilih diantara pilihan. Putri Mandalika terjun ke laut, yang katanya lagi entah benar atau tidak dari bukit terjun ke laut. Dan, ini merupakan legenda yang penuturan dari satu masyarakat ke masyarakat lain menuai beragam versi.

Bukit tempat terjunnya putri Mandalika berada tepat di sebelah barat jika kita menghadap selatan. Bentangan bukit indah nan kecoklatan jika musim kemarau, dan hijau jika musim hujan. Ya, begitulah eksotisnya wilayah Nusa Tenggara ini, sekakan-akan kita tengah mengembara pada negeri antah barantah. Dan, setelah putri Mandalika terjun ke laut, para pangeran turut terjun ke laut untuk menyelamatkan putri, namun naas para pangeran tidak berhasil. Kemudian, sebab jasadnya tak ditemukan dan ditelan lautan. Maka, putri dipercaya berubah wujud atau menjelma menjadi cacing bernama nyale. (setelah sebelumnya putri bertapa).

Panorama ciamik pantai beserta hamparan bukit.


Sisi timur Kuta Mandalika.

Singkatnya. Dinamakanlah Kuta Mandalika (Kuta dalam KBBI ialah tempat berlindung; kubu dan Mandalika nama putri raja dari kerajaan Mandalika). Di Kuta Mandalika ini, setiap satu tahun sekali mengadakan acara tahunan bau nyale, ialah fertival budaya yang diadakan rentang bulan februari hingga maret. Sewaktu saya kesini, saya tengah berada di bulan agustus. Namun, saya cukup beruntung sebab kondisi pantai sangat sepi pengunjung. Sehingga lebih tenang dan tenteram berjalan-jalan di tepian pantai sambil menikmati pesona alam bahari Kuta Mandalika.

Untuk tiket masuk, sahabat cukup membayar Rp. 5.000,- saja. Harga ini hanya untuk kendaraan bermotor, ya. Kalau untuk mobil cukup Rp. 10.000,-. Sedikit cerita, pada bulan agustus saya berada di Kuta Mandalika. Kondisi objek wisata Lombok tengah mengalami krisis pengunjung. Salah satunya yang saya temui ialah sekitaran areal pantai. Saya sempat berbincang dengan salah satu pemuda; bahwa, setelah gempa Lombok 2018, Kuta Mandalika menjadi sepi disebabkan masih adanya rasa takut dari para wisatawan. Saya teringat ucap Om Ape, saat ini Bali dengan Lombok tengah bersaing dalam upgreding wisata daerah dan menaikan promosi wisata hingga ke mancanegara. Mungkin saja ketika promosinya berhasil, para wisatawan kembali tertarik untuk mengunjungi pantai-pantai Lombok yang cantik ini.

Selepas menikmati alam bahari Kuta Mandalika yang anginnya menyepoi lembut wajah, saya menuju parkiran. Sebelum sampai, saya dikerbungi oleh para penjual aksesoris yang menawarkan kain blanket, ikat kepala, hingga pernah-pernik lainnya. Karena banyak orang yang menawarkan, saya memilih tidak membeli satupun karena keuangan yang terbatas pula. Selanjutnya, dari Kuta Mandalika saya bertolak menuju Selong Belanak dengan jarak tempuh 22,6 km dalam maps.

The Mandalika dekat dengan resort.

Di Perjalanan Menuju Pantai Selong Belanak

Destinasi saya selanjutnya ialah Pantai Selong Belanak. Saya memilih pantai ini karena direkomendasikan oleh Mas Dodik dan Bang Pendi semalam (cek: Dari Mataram Belok ke Lombok Barat). Sebelum menuju ke pantai Selong Belanak, terlebih dahulu saya singgah disebuah masjid tak jauh dari Kuta Mandalika. Masjidnya unik, bersih, dan sejuk. Namanya masjid Nurul Bilad yang artinya cahaya bagi negeri. Di masjid saya tidak mendapat begitu banyak informasi, namun menurut catatan tertera, bahwa masjid ini telah diresmikan oleh Joko Widodo tahun 2017.

Tampakan dalam Masjid Nurul Bilad (Cahaya bagi Negri).

Tidak jauh dari sini tengah dibangun sirkuit Motor GP yang berstandar Internasional. Dengan adanya pembangunan, kawasan ini termasuk ke dalam KEK (kawasan ekonomi khusus) yang tengah digalakan oleh pemerintah daerah sebagai kawasan wisata bertaraf Internasional. Oh iya, kembali ke masjid. Masjid Bilad ini bercorak kultur dengan mangdopsi interior bangunan bagian atap seperti rumah adat sasak di Bayan. Segala sisi sangat elok dipandang, sehingga jamaah akan betah berlama-lama jika bertafakur ataupun menunaikan di sini.

Langsung saja, saya menuju Selong Belanak. Sebelum meluncur kesana, saya terlebih dahulu menghubungi bang Rendi backpacker Lombok yang kontaknya saya dapatkan dari Tuk Nando. Maka, setelah saya hubungi, beliau tengah bekerja. Beliau membagi kontak temannya lagi yang menjaga pantai Selong Belanak, namanya Bang Muhammad. Saya langsung kontak Bang Muhammad dan ia menunggu disana.

Motor supra melaju melewati tepian pantai, hingga naik turun perbukitan. Perjalanan 30 menitan tidak terasa oleh hembusan semilir angin lagi menyejukan serta tampakan alam elok nan rupawan. Sesekali saya berpapasan dengan para bule yang membawa papan selancar dan warga lokal yang nampaknya baru balik dari ladang. Pada jalan mengarah ke destinasi pantai, banyak berdiri bangunan-bangunan semi-permanen. Bangunan itu ialah Light House atau Home Stay sebagai tempat penginapan wisatawan yang hendak menetap beberapa hari di dekat kawasan pantai-pantai Lombok Tengah.

Hukum alam memang tak akan pernah salah. Kecoklatan perbukitan yang eksotis terhampar jelas sepanjang jalan. Rumput ilalang kering membentang kiri kanan disebabkan gersang dan panas yang cukup menyengat. Pada lintasan menuju Selong Belanak saya juga melewati beberapa pantai, seperti; Pantai Seger, Pantai Telawas, Pantai Mawun, dan pantai-pantai lainnya yang tidak saya perhatikan betul. Intinya dari semua ini, nikmat Allah sungguh terasa. Tidak ada sesuatupun kekurangan, sebab hikmah-Nya hanya Dia-lah Allah yang tahu. Sementara kita manusia, tetap bersyukur atas segala apa yang terhampar.

Di jalan menuju Selong Belanak.

Menjelang lokasi pantai Selong Belanak, saya dihadapkan oleh dua simpang. Maka, pilihlah simpang kiri atau lurus terus yang disitu sudah ada penunjuk jalan. Sekilas tampakan pantai tidak begitu terlihat dari luar. Namun, ketika nanti masuk ke dalam kita akan menemukan betapa indahnya tampakan pantai Selong Belanak yang digadang-gadang sebagai pantai ramah anak disebabkan tepiannya berpasir halus dan tak ada batu karang yang menghambat wisatawan berenang. Tak lupa, pada sisi-sisi jalan kita juga akan disambut dengan fauna penghuni, ialah kera atau monyet liar yang nampaknya sudah jinak akibat maraknya para wisatawan memberi makan. Dampak buruknya, kera atau monyet menjadi ketergantungan dengan manusia hinga kera tidak bisa lagi survive secara mandiri mencari makanan di alam.

Pantai Selong Belanak

Harga tiket masuk pantai Selong Belanak sama dengan Kuta Mandalika, yaitu Rp. 5.000,- per kepala dan per motor. Setibanya, saya langsung menghubungi Bang Muhammad. Sesekali saya bertanya kepada penjaga warung yang memang mengenal Bang Muhammad dengan baik. Saya diarahkan menuju sisi kanan pantai. Lalu, saya dapati ia sedang bersama kawan-kawannya bersantai di bawah payung dan bangku-bangku santai. Saya menyapa dengan senyum sebagai penghantar keharmonisan antara saya, Bang Muhammad, dan kawan-kawannya.

Pantai Selong Belanak nampak elok dengan  gugusan bukit dan papan selancar.

Oleh Bang Muhammad, saya ditawarkan berenang dan berselancar. Kebetulan ia termasuk salahsatu pemuda Pokdarwis dan penjaga pantai di sini. Uniknya dan hebatnya, meskipun mereka terdiri dari pemuda desa, penguasaan bahasa Inggris mereka cukup mumpuni, entah memang ada kursus khusus atau beradaptasi terhadap wisatawan asing yang datang ke tempat ini. Realita, sewaktu saya di Selong Belanak wisatawan domestik memang sangat sedikit. Lebih banyak turis daripada lokal.

Tak lama duduk, saya pamit berjalan-jalan sejenak, hendak menyaksikan tampakan pantai Selong Belanak. Pasir Selong Belanak sewaktu saya injak sangat halus, ditambah deburan ombak yang tak terlalu besar, dan semilir anginnya sepoi tenang, serta panas yang tidak begitu terasa. Jika diperhatikan, wajar saja jika Selong Belanak tampak elok, sebab dalam geografisnya, Selong Belanak berada pada apitan dua perbukitan memanjang, dan memiliki garis pantai tidak terlalu panjang.

Sepanjang tepian saya berjalan. Dari kejauhan saya melihat nelayan yang nampaknya sedang membersihkan mesin sampan. Saya menandangi beliau dan menyapa, “selamat siang pak, apakah boleh berbincang-bincang sebentar?”, beliau berkata, “boleh”. Maka, dalam kesempatan itu saya mencoba menggali sudut pandang nelayan mengenai keberadaan objek wisata ini. Karena, seperti yang saya lihat, bahwa objek wisata ini menyatu dengan tempat bermukim para nelayan. Pada tepian yang agak jauh dari keramaian, jejeran sampan berbaris rapi dan jumlahnya puluhan.

Pak nelayan bercerita, “saya lahir di selong belanak, kurang lebih sudah puluhan tahun di sini. Objek wisata ini baru beberapa tahun belakangan menjadi konvensional, sebab ada kesepatakan antara dinas pariwisata pusat dan daerah, kemudian dikelola pemuda dan masyarakat sekitar. Karena saya nelayan, tangkapan ikan sudah menurun tidak seperti biasanya. Kami terpaksa pergi melaut hingga ke tengah pantai untuk mencari keberadaan ikan. Biasanya, pada malam hari kami menangkap ikan dan pagi hari menjelang siang mencari cumi-cumi. Untuk ikan ini, sebagian kami konsumsi dan sebagian lagi diekspor ke kota Mataram, Lombok Barat, dan sekitarnya.”

Pak Nelayan sedang membersihkan mesin sampan.

Setelah berbicang dengan nelayan, saya kembali menemui Bang Muhammad. Ia tidak bisa menemani saya lama-lama, dan sayapun juga tidak bisa di sini lama-lama, sebab hendak singgah di Desa Sade sepulangnya. Saya mendapat informasi tambahan dari Bang Muhammad, “bahwa pantai Selong Belanak ini termasuk ke dalam daftar pantai yang ratingnya naik dibanding pantai-pantai lain sekitaran sini. Daya tariknya disebabkan perairan yang tidak berbatu karang, pasirnya halus, dan ombaknya tenang. Kira-kira dari bibir pantai sekitar 15 meter arah laut permukaan pantainya berpasir.”

Maka, karena saya hanya menyaksikan tanpa bisa berenang atau berselancar. Saya izin pamit melanjutkan perjalanan menuju Desa Sade. Rutenya menuju arah balik melewati Kuta Mandalika dan melalui jalur ke arah lintasan Bandara Internasional. Saya kembali mengendarai supra menuju Desa Sade. Sementara Bang Muhammad kembali melanjutkan aktivitasnya sebagai penjaga pantai.

Jejeran sampan ditepian pantai, selong belanak, Lombok Tengah.

-Bersambung-

Komentar