Kalimat Perkenalan

Bismillahirrahmanirrahim

Gambar ini memiliki atribut alt kosong; nama filenya adalah img_20190901_072028-1.jpg
Pergangsingan Hill 1700 mdpl.

“Dengan menulis, peradaban menjadi nyata”

Terpintas dipikiran saya ketika budaya tulis menulis belum berkembang dikawasan Barat Sumatera. Semua cerita, mengalir lewat penuturan lisan saja. Terjadilah pembelokkan makna karena minim catatan sebagai bukti, sebab pemahaman hanya ditangkap lewat pendengaran, tanpa dicerna secara matang.

Namun, ketika budaya tulis menulis masuk, telah banyak catatan bermunculan. Melalui sentuhan penulis yang diarsipkan pada lembaran kertas dan menjadi bahan acuan bagi masyarakat untuk memilah fakta aktual. “Dengan menulis, peradaban menjadi nyata”. Karena ada suatu bukti tertulis, makna tak lagi dapat diubah. Maka, perlunya menulis untuk dikenang dan membuat peradaban ini menjadi nyata.

Pramoedya Ananta Toer berkata “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian”.

Dengan ini, saya memutuskan untuk menulis. Karena dengan menulis, saya dapat mengabadikan setiap potret kehidupan yang tak nampak dari mata lensa. Dengan menulis, saya bisa membagikan cerita perjuangan serta pengelanaan melihat bentangan alam nusantara yang maha indah dari sudut pandang berbeda. Dan, dengan menulis, suka duka terasa nyata, meski waktu berlalu.

Kenapa harus melakukan sebuah perjalanan?

Mungkin ayat Al-Qur’an ini bisa sedikit membuka pandangan, “Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan." (Q.S Al-Mulk [15]:67)

Latar belakang keluarga jua, membuat saya terbiasa melakukan perjalanan. Dimulai dari masa kecil, saat saya belum mengeyam pendidikan. Masalah yang sama sekali tak saya mengerti, membuat saya kecil harus tinggal berpindah-pindah. Bus melintas dari Jakarta-Lampung-Palembang-Jambi-Sawahlunto, Sumatera Barat, lalu menetap sementara. Kemudian kembali lagi, dari Sawahlunto, Sumatera Barat-Jambi-Palembang-Lampung-Jakarta, masing-masing perjalanan menghabiskan waktu  3 hari 2 malam.

Ditambah pesan bapak semasa saya kecil, membuat pandangan saya terbuka lebar akan alam. Ia berkata “Alam Takambang Jadi Guru” (alam berkembang jadi guru). Kata itu terngiang hingga kini, kata itu jua yang membuat saya selalu mensyukuri nikmat atas kebesaran Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Sabang sampai Merauke, Miangas sampai Rote. (tunggu saya menapakkan jejak ditapal batas Indonesia, suatu saat langkah kecil ini akan sampai disana, mungkin!)

Tulisan saya diblog ini adalah bukti hasil dedikasi perjalanan, rekam jejak untuk menebarkan manfaat serta berbagi seputar pengalaman.

Akan ada kejutan semesta yang tak terduga. Selamat menikmati!

Selamat membaca!

Sampai bertemu dilain waktu! Wassalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh

Komentar